Studi lapangan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mata kuliah Sistematika Tumbuhan di Fakultas Farmasi Universitas Jember. Pembelajaran melalui studi lapangan telah diselenggarakan sejak awal dimulainya mata kuliah tersebut. Melalui studi lapangan, mahasiswa diharapkan akan memiliki pengalaman praktik baik dalam hal teknis maupun memahami rangkaian kerja di lapangan yang terkait dengan mata kuliah, dalam hal ini jelas terkait Sistematika Tumbuhan. Dalam hal teknis, mahasiswa dituntut mengerti kerja sistematika tumbuhan berikut keragaman tumbuhan sebagai sumber bahan obat.
Adapun pemahaman tentang rangkai kerja di lapangan bermaksud membekali mahasiswa mengenai fungsi sistematika tumbuhan sebagai bagian tak terpisahkan dari kegiatan pencarian bahan obat maupun pengobatan tradisional yang berasal dari tumbuhan. Perjalanan mencari ilmu melalui Studi Lapangan Sistematika Tumbuhan Tahun 2011 ini diarahkan menuju Tawangmangu. Selain Tawangmangu, rombongan juga beranjak ke Yogyakarta dan Solo. Nah, saya dapat oleh-oleh menarik dari tiga kota tersebut.
Sebelum saya bicara tentang oleh-oleh, saya akan uraikan latar cerita studi lapangan tahun ini. Lokasi tujuan dari studi lapangan (SL) tahun ini berbeda dengan SL-SL sebelumnya. Studi lapangan tahun-tahun sebelumnya diarahkan ke Kebun Raya Purwodadi (Pasuruan), Kebun Raya Eka Karya (Bali), BBDATPO (Malang). Dua tahun sebelumnya, setidaknya pada 2009 dan 2010, lokasi tujuan Sl berturut-turut ke Kebun Raya Eka Karya, Bali. Dari telaah saya terakhir waktu SL tahun 2010 tersebut, saya merasa bahwa studi lapangan selama ini kurang maksimal atau kurang fokus pada bidang kefarmasian. Alhasil menurut saya, pengalaman mahasiswa peserta SL dirasa kurang dapat memberikan wawasan terutama di bidang obat-obatan. Oleh sebab itulah maka SL tahun ini diarahkan menuju Tawangmangu, tepatnya di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Instansi ini bernaung di bawah Kementerian Kesehatan RI dan berada tepat di Daerah wisata Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Rangkaian perjalanan studi lapangan tidak hanya ke Tawangmangu saja, selain itu juga ke Yogyakarta dan Solo. Di Yogyakarta kami mengunjungi Keraton, adapun ke Solo menuju Pasar Grosir Solo dimana diperjualbelikan pakaian batik. Dari ketiga kota tersebut saya memperoleh tiga suvenir yang membuat saya merasa bahwa perjalanan kali ini begitu nikmatnya. Berikut oleh-oleh dari tiga kota tersebut:
Tawangmangu
Di BBPPTOOT Tawangmangu kami bisa melihat berbagai fasilitas yang didedikasikan untuk penelitian dan pengambangan tanaman obat berikut obat tradisionalnya. Mulai dari pembenihan, budidaya, pemrosesan, penelitian di laboratorium, hingga apotek dan klinik saintifikasi jamu yang dinamai hortus medicus. Di klinik dan apotek ini kami mengamati betapa penting peran apoteker sebagai pemberi pelayanan obat tradisonal. Apotekerlah yang menentukan herbal apa yang akan diberikan kepada pasien. Inilah oleh-oleh pertama saya, inspirasi bahwa 'kita bisa'.
Yogyakarta
Keeksotikan keraton begitu kental karena betapa melimpahnya filosofi-filosofi jawa menghiasi bangunan keraton. Sebagaimana penjelasan seorang ibu pemandu kami, bisa dikatakan bahwa bangunan-bangunan keraton senantiasa mengandung filosofi-filosofi jawa yang sarat makna. Sesungguhnya inilah kenikmatan berkunjung ke keraton, merasakan 'jawa' dari pusatnya sendiri. Namun, yang menjadi oleh-oleh kedua dalam perjalanan ini yaitu ternyata kita bisa mengakses kitab-kitab jawa kuno yang berada di keraton terutama yang berisi pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Kita hanya perlu mengirimkan surat untuk meminta ijin kepada keraton. Nah, bukankah ini menggembirakan karena selama ini saya sendiri berpikir bahwa kita tidak bisa mengakses kitab di keraton. Bukankah ini sebuah kesempatan untuk menggali khasanah nusantara.
Solo
Setelah sebentar berkeliling di PGS solo, saya dihinggapi rasa bosan karena tanpa tujuan. Tidak ada yang ingin dibeli, cuma melihat-lihat saja. Rasa bosan ini mendorong saya untuk cari tempat-tempat di sekitar PGS yang menarik. Akhirnya saya dapatkan tujuan menarik lainnya. Apa itu? yaitu Pasar Buku Loak di dekat alun-alun kota solo. Saya langsung meluncur ke sana, ditemani salah satu tour leader kami bernama Mas Galang. Alhasil berjumpalah saya dengan Buku Inventaris Tanaman Obat Indonesia terbitan Depkes. Meski buku itu hanya fotokopian, tetapi karena tercantum diterbitkan oleh Depkes maka jelas lain nilainya. Buku ini disodorkan oleh Pak Penjual setelah saya bertanya tentang buku yang memuat tentang obat-obat tradisional. Sebelumnya saya membolak-balik dan memeriksa beberapa buku terjemahan kitab-kitab jawa, namun saya belum menemukan yang memuat tentang tanaman obat. Sempat saya baca terjemahan Serat Centhini, namun hanya jilid-jilid yang memuat sejarah di jawa. Itulah oleh-oleh saya yang ketiga, Buku loakan dan fotokopian yang menurut saya besar nilainya.
Demikianlah oleh-oleh saya dari tiga kota.
Adapun pemahaman tentang rangkai kerja di lapangan bermaksud membekali mahasiswa mengenai fungsi sistematika tumbuhan sebagai bagian tak terpisahkan dari kegiatan pencarian bahan obat maupun pengobatan tradisional yang berasal dari tumbuhan. Perjalanan mencari ilmu melalui Studi Lapangan Sistematika Tumbuhan Tahun 2011 ini diarahkan menuju Tawangmangu. Selain Tawangmangu, rombongan juga beranjak ke Yogyakarta dan Solo. Nah, saya dapat oleh-oleh menarik dari tiga kota tersebut.
Sebelum saya bicara tentang oleh-oleh, saya akan uraikan latar cerita studi lapangan tahun ini. Lokasi tujuan dari studi lapangan (SL) tahun ini berbeda dengan SL-SL sebelumnya. Studi lapangan tahun-tahun sebelumnya diarahkan ke Kebun Raya Purwodadi (Pasuruan), Kebun Raya Eka Karya (Bali), BBDATPO (Malang). Dua tahun sebelumnya, setidaknya pada 2009 dan 2010, lokasi tujuan Sl berturut-turut ke Kebun Raya Eka Karya, Bali. Dari telaah saya terakhir waktu SL tahun 2010 tersebut, saya merasa bahwa studi lapangan selama ini kurang maksimal atau kurang fokus pada bidang kefarmasian. Alhasil menurut saya, pengalaman mahasiswa peserta SL dirasa kurang dapat memberikan wawasan terutama di bidang obat-obatan. Oleh sebab itulah maka SL tahun ini diarahkan menuju Tawangmangu, tepatnya di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Instansi ini bernaung di bawah Kementerian Kesehatan RI dan berada tepat di Daerah wisata Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Rangkaian perjalanan studi lapangan tidak hanya ke Tawangmangu saja, selain itu juga ke Yogyakarta dan Solo. Di Yogyakarta kami mengunjungi Keraton, adapun ke Solo menuju Pasar Grosir Solo dimana diperjualbelikan pakaian batik. Dari ketiga kota tersebut saya memperoleh tiga suvenir yang membuat saya merasa bahwa perjalanan kali ini begitu nikmatnya. Berikut oleh-oleh dari tiga kota tersebut:
Tawangmangu
Di BBPPTOOT Tawangmangu kami bisa melihat berbagai fasilitas yang didedikasikan untuk penelitian dan pengambangan tanaman obat berikut obat tradisionalnya. Mulai dari pembenihan, budidaya, pemrosesan, penelitian di laboratorium, hingga apotek dan klinik saintifikasi jamu yang dinamai hortus medicus. Di klinik dan apotek ini kami mengamati betapa penting peran apoteker sebagai pemberi pelayanan obat tradisonal. Apotekerlah yang menentukan herbal apa yang akan diberikan kepada pasien. Inilah oleh-oleh pertama saya, inspirasi bahwa 'kita bisa'.
Yogyakarta
Keeksotikan keraton begitu kental karena betapa melimpahnya filosofi-filosofi jawa menghiasi bangunan keraton. Sebagaimana penjelasan seorang ibu pemandu kami, bisa dikatakan bahwa bangunan-bangunan keraton senantiasa mengandung filosofi-filosofi jawa yang sarat makna. Sesungguhnya inilah kenikmatan berkunjung ke keraton, merasakan 'jawa' dari pusatnya sendiri. Namun, yang menjadi oleh-oleh kedua dalam perjalanan ini yaitu ternyata kita bisa mengakses kitab-kitab jawa kuno yang berada di keraton terutama yang berisi pengetahuan tentang pengobatan tradisional. Kita hanya perlu mengirimkan surat untuk meminta ijin kepada keraton. Nah, bukankah ini menggembirakan karena selama ini saya sendiri berpikir bahwa kita tidak bisa mengakses kitab di keraton. Bukankah ini sebuah kesempatan untuk menggali khasanah nusantara.
Solo
Setelah sebentar berkeliling di PGS solo, saya dihinggapi rasa bosan karena tanpa tujuan. Tidak ada yang ingin dibeli, cuma melihat-lihat saja. Rasa bosan ini mendorong saya untuk cari tempat-tempat di sekitar PGS yang menarik. Akhirnya saya dapatkan tujuan menarik lainnya. Apa itu? yaitu Pasar Buku Loak di dekat alun-alun kota solo. Saya langsung meluncur ke sana, ditemani salah satu tour leader kami bernama Mas Galang. Alhasil berjumpalah saya dengan Buku Inventaris Tanaman Obat Indonesia terbitan Depkes. Meski buku itu hanya fotokopian, tetapi karena tercantum diterbitkan oleh Depkes maka jelas lain nilainya. Buku ini disodorkan oleh Pak Penjual setelah saya bertanya tentang buku yang memuat tentang obat-obat tradisional. Sebelumnya saya membolak-balik dan memeriksa beberapa buku terjemahan kitab-kitab jawa, namun saya belum menemukan yang memuat tentang tanaman obat. Sempat saya baca terjemahan Serat Centhini, namun hanya jilid-jilid yang memuat sejarah di jawa. Itulah oleh-oleh saya yang ketiga, Buku loakan dan fotokopian yang menurut saya besar nilainya.
Demikianlah oleh-oleh saya dari tiga kota.