Langsung ke konten utama

Mengapa Suatu Pelarut Dikatakan Polar?

Untuk mendapatkan suatu senyawa dari suatu bahan tumbuhan, kita dapat menjalankan proses yang dinamakan dengan "ekstraksi berpelarut" (solvent extraction) atau bisa disebut "ekstraksi" saja. Pelarut yang akan digunakan untuk ekstraksi harus dipilih yang cocok. Kriteria yang digunakan untuk memilih pelarut ekstraksi antara lain masalah harga, toksisitas, ketersediaan, selektivitas solut, kesulitan untuk rekoveri, sifat fisik (kelarutan dalam air, viskositas, titik didih) dan keamanan penggunaannya (keterbakaran, volatilitas). Keputusan akhir biasanya merupakan jalan tengah di antara kriteria tersebut. Namun, untuk skala laboratorium, kriteria yang menjadi kunci pemilihan pelarut yaitu faktor kelarutan (solubilitas) dan selektivitas (Cannel, 1998:61). Kedua faktor kunci tersebut berhubungan dengan kepolaran molekul pelarut itu sendiri.

Kepolaran menunjukkan kekuatan gaya tarik menarik antara molekul. Jika dua zat memiliki gaya-tarik-antara-molekul yang sama atau memiliki kepolaran yang sama maka keduanya akan saling melarutkan atau dikatakan bercampur (miscible). Sebagai contoh antara air dan etanol, keduanya saling melarutkan dalam berbagai perbandingan, sehingga dikatakan dapat bercampur. Namun, jika dua zat memiliki gaya tarik antara molekul yang berbeda atau mempunyai kepolaran yang berbeda maka keduanya tidak saling melarutkan (immiscible). Misal antara air dan heksana, gaya tarik molekul antara molekul air dengan molekul air berbeda dengan gaya tarik molekul air terhadap molekul heksana. Antar molekul air saling tertarik oleh ikatan hidrogen, sedangkan antara molekul air dengan molekul heksana bertarik-menarik hanya dengan gaya london yang tidak sekuat ikatan hidrogen, sehingga keduanya tidak saling bercampur. Heksan dalam hal ini dikatakan juga tidak dapat campur air (water-immiscible). Oleh sebab itu muncul prinsip "like dissolve like" atau "yang serupa melarutkan yang serupa". Serupa (like) dimaksud menunjukkan kepolaran yang sama atau gaya tarik antara molekulnya sama. (Brady, 1990)

Secara molekuler, molekul dikatakan polar jika molekul tersebut dipol. Dipol terjadi jika antara ujung (yang berlawanan dari) molekul memiliki muatan atau keelektronegatifan yang berbeda, yang satu bermuatan positif sedangkan ujung lainnya bermuatan negatif. Apabila kedua ujung tidak bermuatan maka tidak ada dipol sehingga bukan dikatakan molekul polar. Pada molekul yang kompleks semisal heterosiklik maka seluruh kepolaran molekul dianggap sebagai hasil interaksi bermacam-macam ikatan polar yang ada di dalam molekul (Brady, 1990). Nilai kuantitatif dari kepolaran suatu molekul atau dalam hal ini pelarut organik dinyatakan dalam indeks polaritas (polarity index). Molekul air yang polar memiliki indeks polaritas 9,0. Adapun pelarut heksana yang bersifat nonpolar memiliki indeks polaritas 0,0 (Cannel, 1998:63).

Kepolaran pelarut organik umumnya menunjukkan kelarutannya dalam air. Artinya senyawa yang kepolarannya mendekati air akan mudah terlarut dalam air. Pelarut organik yang memiliki kelarutan 100% w/w dalam air antara lain asam asetat, aseton, asetonitril, dimetilformamida, dimetilsulfoksida, dioksan, etanol, dan metanol. Pelarut organik tersebut memiliki indeks polaritas 3,9 hingga 7,2. Namun, kepolaran dalam rentang tersebut tidak selalu berarti kelarutannya dalam air akan 100% w/w. Sebagai contoh kloroform memiliki indeks polaritas 4,1 namun kelarutannya dalam air cuma 0,815% w/w (Cannel, 1998:62-63). Meski demikian, secara umum kepolaran zat bisa digunakan untuk memperkirakan sifat kelarutannya dalam air dan sifat-sifat fisik lainnya.

Selanjutnya jika anda ingin memperdalam pengetahuan tentang apa yang telah diuraikan, bisa merujuk pada pustaka berikut ini:

Brady, J.E., 1990. General Chemistry, Student Solutions Manual: Principles and Structure 5th ed., Wiley.
Cannell, R.J.P., 1998. Natural Product Isolation 1st ed., Totowa, New Jersey: Humana Press.

Sumber Gambar:
Sarker, S. & Nahar, L., 2007. Chemistry for Pharmacy Students: General, Organic and Natural Product Chemistry 1st ed., England: Wiley-Interscience.

Postingan populer dari blog ini

Cara Praktis Mengubah Gaya Harvard ke Gaya Vancouver

Pada tulisan Menambahkan Style di Zotero saya menguraikan bagaimana kita bisa membubuhkan gaya sitasi (style) baru ke dalam zotero. Nah, dengan beragam koleksi style yang ada kita bisa dengan mudah dan cepat mengubah suatu style ke style yang lain. Sewaktu-waktu kita dapat mengubah style sitasi dari karya tulis ilmiah kita tanpa harus bekerja mulai dari nol. Perubahan tersebut cukup kita lakukan di aplikasi word processor kita, tanpa perlu terkoneksi dengan internet atau harus online.

Apa Software Merdeka Itu? (Bagian 2 dari 5)

M aryanto (2010) mengutarakan bahwa di era teknologi informasi, muncul pertanyaan: ”Pentingkah kemerdekaan di bidang software atau program komputer?”, ”Sudahkah kita merasa merdeka ketika menggunakan komputer dan gadget lainnya?”. Dalam istilah FOSS (free/open source sofware), kemerdekaan adalah kebebasan untuk menggunakan program yang telah kita dapatkan, baik secara berbayar maupun gratis. Pengguna juga memperoleh kebebasan untuk mempelajari cara kerjanya, lalu memodifikasinya, dan menyebarluaskannya. Linux merupakan contoh produk berbasis FOSS yang dapat digunakan secara merdeka. Kebalikan dari merdeka adalah terikat (proprietary). Terikat tidak berarti harus membayar lisensi yang mahal, terikat dapat berarti menggunakan program secara tidak legal (ilegal), sehingga dapat dihukum di dunia maupun di akhirat. Terikat juga dapat berbentuk ketergantungan kepada pembuatnya atau vendor tertentu saja sehingga jika ada masalah di kemudian hari, tidak ada pilihan lain kecuali meminta bantuan...

Visi Baru! Wise and Valuable Hotspot

Momentum Perubahan Setelah akhirnya berhasil beralih ke domain www.bawontriatmoko.com  yang sebelumnya bawontriatmoko.blogspot.com, muncul ide untuk mengganti visi atau slogan blog. Header blog kini tertulis "bawontriatmoko.com" dimana sebelumnya adalah